INFOJAWATIMUR.com – Jakarta – Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono, sebut ada dua kelemahan Sri Mulyani Indrawati selama menjabat sebagai Menteri Keuangan (Menkeu). Menurut Yusuf, sosok Sri Mulyani atau Ani selama ini memang sebenarnya terkenal sebagai figur berintegritas juga kredibilitas yang mana baik. Sehingga mampu menarik kepercayaan yang tinggi dari pelaku pangsa juga komunitas internasional.
Selain itu, sosoknya yang tersebut non-partisan serta lebih banyak sejumlah dituntun pertimbangan profesional kemudian argumentasi rasional di pembuatan kebijakan, menjadi kunci tumbuhnya kepercayaan sejumlah pihak terhadap Sri Mulyani.
“Menurut saya, faktor ini tetap memperlihatkan akan menjadi ketentuan utama bagi Menkeu berikutnya. Namun terlepas dari apresiasi sejumlah pihak berhadapan dengan kepemimpinannya selama ini, menurut saya Sri Mulyani memiliki sebagian kelemahan mendasar, yang mana menjadi catatan penting bagi figur Menkeu berikutnya,” kata Yusuf untuk Tempo, diambil Rabu, 5 Juni 2024.
Kegagalan pertama Sri Mulyani menurut Yusuf adalah gagal meningkatkan penerimaan pajak. Terlepas dari berbagai kebijakan reformasi perpajakan yang dimaksud digulirkan selama era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) termasuk tax amnesty lalu Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), dan juga pengembangan core tax system, kinerja penerimaan perpajakan Indonesia menurut Yusuf, tak berbagai berubah.
Tahun lalu misal, rasio pajak cuma sebesar 10,23 persen dari barang domestik bruto (PDB). Bahkan, masih lebih lanjut rendah dibandingkan masa awal pemerintahan Presiden Jokowi pada 2015 yang tercatat 10,76 persen dari PDB. “Kinerja penerimaan perpajakan kita stagnan pada 1 dekade terakhir, jikalau bukan bisa saja dikatakan menurun,” tutur Yusuf.
Kedua, Sri Mulyani dinilai gagal menahan beban utang pemerintah yang makin membebani APBN secara signifikan. Imbasnya, menurunkan kemampuan Anggaran Pendapatan juga Belanja Negara (APBN) pada menstimulus perekonomian serta melindungi rakyat miskin.
Beban bunga utang terus meningkat pada satu dekade terakhir, teristimewa pasca terjadi pandemi pandemi Covid-19 yang melonjak sangat tinggi. Pada 2015, beban bunga utang tercatat di kisaran Simbol Rupiah 150 triliun. Namun, pada saat ini sudah mendekati Simbol Rupiah 500 triliun pada APBN 2024.
Yusuf menuturkan, beban bunga utang melambung dari 17,9 persen dari penerimaan perpajakan pada 2019 menjadi 24,4 persen dari penerimaan pajak pada 2020. Pada 2023, rasio bunga utang terhadap penerimaan pajak diperkirakan masih akan berada pada kisaran 20,6 persen. “Pada 2024, diproyeksikan di dalam kisaran 21,5 persen, terpencil di area melawan batas aman di tempat kisaran 7 sampai 10 persen.”
Sri Mulyani Yakin Rencana Makan Bergizi Gratis Prabowo Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi, Ini adalah Alasannya
ANNISA FABIOLA