INFOJAWATIMUR.com – JAKARTA – pemerintahan Indonesia kecolongan. Pusat Fakta Nasional Sementara (PDNS) 2 pada Surabaya, Jawa Timur, menjadi korban serangan ransomware jenis Branchiper.
Dalam beberapa tahun terakhir, serangan ransomware memang sebenarnya terus mengalami peningkatan.
Bahkan, pada 10 tahun terakhir, terdapat banyak perkara serangan ransomware yang mana berusaha mencapai pemerintah di tempat berbagai negara.
Berikut adalah beberapa contoh perkara yang mana paling terkenal:
1. WannaCry (2017)
Serangan ransomware ini menginfeksi lebih lanjut dari 200.000 komputer di area 150 negara, termasuk sistem kemampuan fisik nasional Inggris (NHS). WannaCry memohonkan tebusan di Bitcoin untuk setiap komputer yang terinfeksi. Serangan ini menyebabkan kerugian miliaran dolar kemudian gangguan besar pada layanan publik.
2. NotPetya (2017)
Serangan ransomware ini awalnya memiliki target perusahaan-perusahaan dalam Ukraina, tetapi kemudian menyebar ke seluruh dunia. NotPetya menyebabkan kerugian miliaran dolar kemudian melumpuhkan operasi banyak perusahaan besar, termasuk Maersk juga FedEx.
3. Ryuk (2018)
Serangan ransomware ini berusaha mencapai pemerintah kota Atlanta, Amerika Serikat. Ryuk memohonkan tebusan pada Bitcoin, tetapi pemerintah kota menolak untuk membayar. Serangan ini menyebabkan gangguan besar pada layanan kota kemudian kerugian jutaan dolar.
4. SamSam (2018)
Serangan ransomware ini memiliki target pemerintah kota Atlanta, Amerika Serikat. Serangan ini menyebabkan gangguan besar pada layanan kota juga kerugian jutaan dolar.
5. REvil (2021)
Serangan ransomware ini memiliki target perusahaan teknologi Kaseya, yang dimaksud menyediakan perangkat lunak manajemen TI untuk ribuan perusahaan dalam seluruh dunia. REvil memohonkan tebusan sebesar USD70 jt di Bitcoin, tetapi Kaseya menolak untuk membayar. Serangan ini menyebabkan gangguan besar pada operasi sejumlah perusahaan kemudian kerugian jutaan dolar.
Akhir dari Kasus-Kasus Tersebut
Tidak semua korban serangan ransomware membayar tebusan. Beberapa korban berhasil memulihkan data mereka dari cadangan atau menggunakan alat dekripsi yang mana dirilis oleh peneliti keamanan.
Namun, berbagai juga korban yang terpaksa membayar tebusan lantaran tak memiliki pilihan lain.
Membayar tebusan tidak ada menjamin bahwa penyerang akan memberikan kunci dekripsi. Bahkan, ada perkara di tempat mana penyerang memohonkan tebusan tambahan pasca korban membayar tebusan pertama. Oleh dikarenakan itu, membayar tebusan bukanlah solusiyangideal.