INFOJAWATIMUR.com – Presiden Direktur LPP-KUKM (SMESCO Indonesia) Leonard Theosabrata menyampaikan terdapat sejumlah tantangan untuk menyebabkan sektor UMKM, khususnya segmen mikro juga ultra mikro, go global. Sinergi bersatu antara sektor swasta, pemerintah, serta antar lembaga pun diperlukan untuk mengupayakan kapasitas UMKM sehingga berdaya saing tinggi lalu mampu berkompetisi di area panggung global.
Leo mengatakan, Indonesia memiliki sekitar 65 jt usaha mikro, kecil, serta menengah (UMKM) yang dimaksud didominasi oleh segmen mikro juga ultra mikro. Segmen mikro kemudian ultra mikro mendominasi dengan persentase 95,5%.
Adapun, segmen mikro kemudian ultra mikro masih miliki keperluan yang digunakan mendasar untuk dapat berprogres lalu meninggikan kelas usahanya, yakni daya tahan. Kebutuhan untuk berdaya tahan yang dimaksud mencakup supply yang tersebut baik, kestabilan harga, permintaan bursa yang mana stabil, juga pembiayaan yang mana terjangkau serta mudah/terjangkau.
Dengan keperluan yang tersebut berbeda, terang dia, penanganan untuk segmen perniagaan mikro serta ultramikro pun berbeda dibandingkan dengan kelas usaha dalam atasnya, yakni perniagaan kecil lalu menengah.
“Itu harus bareng-bareng. Itu, semua instansi harus melakukan lalu memang sebenarnya sudah ada lantaran kan tanggungjawab untuk UMKM naik kelas ini kan tersebar pada 22 kementerian kemudian instansi/lembaga. Begitu juga antara sektor swasta dan juga pemerintah. Memang sudah ada dilakukan, tapi perlu skala yang dimaksud tambahan besar,” kata beliau disitir dari keterangan tertulis, Kamis (21/12/2023).
Sementara itu, lanjutnya, para pelaku bisnis pada level kecil serta menengah relatif lebih tinggi berdaya tahan, sehingga keinginan kemudian penanganannya pun berbeda. Di mana penanganan segmen bidang usaha mikro dan juga ultra mikro lebih besar ke low touch untuk memenuhi keinginan mendasar mereka, yakni daya tahan, sedangkan penanganan segmen kecil dan juga menengah lebih banyak high touch dengan kebutuhan, seperti inkubasi.
Leo pun menunjukkan para pelaku UMKM yang tersebut mengikuti kompetisi BRILIANPRENEUR merupakan UMKM yang dimaksud terkurasi dan juga mempunyai prestasi sehingga relatif lebih besar siap berkompetisi di tempat lingkungan ekonomi global. Namun, masih berbagai UMKM lain yang tersebut masih berjuang untuk naik kelas, bahkan masih berbagai pelaku bisnis yang bekerja untuk besok.
“Segmen mikro dan juga ultra mikro mindset-nya yang mana penting ada off taker, ada yang beli. Apakah branding lalu marketing sesuatu yang mana fundamental? Jawabannya antara yes and no. Kita harus meng-enabler merekan dengan tools yang tersebut benar, dan juga salah satu komponen yang mana paling penting kemudian sudah ada banyak kita bahas di tempat mana-mana adalah pembiayaan,” katanya.
Menurut Leo, pembiayaan yang terjangkau tidaklah cukup bagi para pelaku UMKM, khususnya di dalam segmen mikro dan juga ultra mikro. Sebab dia juga memerlukan pembiayaan yang tersebut mudah diakses. Hal ini seiring dengan pola usaha segmen mikro juga ultra mikro yakni bekerja untuk besok.
“Kalau uang murahnya saja, tapi enggak mudah, ya enggak bisa. Yang mahal saja, tapi mudah dipakai kok. Karena kan teman-teman yang mikro kemungkinan besar butuh (pinjamannya) cuma untuk sehari. Makanya sejumlah juga yang dimaksud akhirnya pakai pinjol (pinjaman online),” ujarnya.
Di sisi lain, BRI sebagai bank pemberdaya UMKM terus menegaskan komitmennya untuk menghadirkan sektor UMKM dan juga ultra mikro nasional naik kelas kemudian mampu terus mengalami perkembangan secara berkelanjutan. Oleh sebab itu, pembiayaan yang dimaksud mudah juga cepat bagi pelaku UMKM merupakan salah satu concern utama BRI.
Direktur Utama BRI Sunarso menegaskan bahwa komitmen BRI untuk segmen UMKM lalu ultra mikro juga ditegaskan lewat peluncuran Holding Ultra Mikro yang dimaksud digerakkan BRI bersama-sama dengan PT Pegadaian kemudian PT Permodalan Nasional Madani (PNM).
Holding Ultra Mikro tidak ada cuma menyediakan layanan pendanaan, melainkan juga mendirikan habitat yang mana kondusif untuk segmen perniagaan ultra mikro mengalami perkembangan sehingga dapat naik kelas menjadi usaha mikro, kemudian usaha kecil, lalu usaha menengah.
“Oleh dikarenakan itu, pembinaan, pendampingan bisnis, peningkatan keterampilan, literasi digital, pemberdayaan, hingga perluasan akses lingkungan ekonomi merupakan bagian dari acara yang digunakan dijalankan oleh holding. Melayani kemudian memberdayakan UMKM tidak hanya saja persoalan bisnis, tapi yang digunakan lebih besar penting lagi adalah menghadirkan kesejahteraan sosial,” lanjut Sunarso.
Terkait BRILIANPRENEUR, kegiatan ini menjadi salah satu langkah BRI sebagai lembaga keuangan yang turut memajukan UMKM Indonesia. Pada tahun ini untuk kelima kalinya BRI kembali menyelenggarakan pameran UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENEUR yang tersebut mengusung tema “Crafting Global Connection” atau merakit koneksi global.
Ajang UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENEUR diselenggarakan sebagai sarana business matching antara UMKM Indonesia dengan konsumen luar negeri, sehingga diharapkan mampu menumbuhkembangkan pelaku UMKM serta meningkatkan ekspor nasional. Pada tahun ini BRI meminta 700 UMKM terkurasi untuk tampil di dalam pameran tersebut.
Acara yang disebutkan berhasil mencatatkan dealing commitment melalui business matching senilai US$ 81,3 jt atau setara Simbol Rupiah 1,26 triliun (dengan asumsi kurs Rp15.500 per USD). Angka yang dimaksud tercapai pasca dilaksanakan sebanyak 243 business matching dari target awal sebesar US$ 80 juta.
Business matching yang dimaksud diadakan oleh 86 buyers yang mana berasal dari 30 negara dengan target awalnya 80 buyers dari 25 negara. Negara-negara dengan syarat buyers yang disebutkan di area antaranya Australia, Canada, Taiwan, Singapura, Malaysia, lalu Uni Emirat Arab.
Nilai dealing commitment melalui business matching yang dimaksud mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Pada 2019 nilai business matching mencapai sebesar US$33,5 juta, naik pada 2020 menjadi US$57,5 juta, lalu pada 2021 kembali meningkat menjadi US$72,1 juta, sedangkan pada 2022 nilainya menembus US$ 76,7 juta.)***