INFOJAWATIMUR.com – Jakarta – Sejumlah pakar tampil di diskusi publik bertajuk Kabinet Rasa Politik atau Profesional? Menagih Arsitektur Kelembagaan Efektif dilakukan di area Jakarta, Rabu, 1 Mei 2024, sebagai masukan untuk presiden terpilih Prabowo Subianto di menyusun kabinetnya.
Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef, Andry Satrio Nugroho, menilai kabinet koalisi yang mana besar memang benar akan menguntungkan bagi pemerintahan 5 tahun ke depan untuk memperlancar program-programnya. Akan tetapi, itu juga indikasi akan lumpuhnya check and balances di dalam parlemen.
Diingatkan pula bahwa keterpurukan demokrasi (backsliding democracy), antara lain, tercipta dari tiadanya ketahanan parlemen terhadap segala kebijakan eksekutif.
Dukungan koalisi yang mana besar juga otomatis akan menciptakan kabinet yang dimaksud besar serta membutuhkan ruang fiskal lebih besar besar pula.
Kabinet Prabowo-Gibran kemungkinan akan didominasi oleh politikus. Selain partai pendukungnya, Prabowo juga sedang berupaya merangkul partai lawan di Pilpres untuk masuk koalisinya.
Menurut Andry Satrio, seyogianya tokoh kebijakan pemerintah memegang kementerian non-ekonomi agar kepercayaan lingkungan ekonomi lalu pelaku usaha tetap memperlihatkan terjaga. Di samping itu, komposisi koalisi perlu terjaga hingga akhir periode pasangan Prabowo-Gibran.
Terkait dengan rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) dengan memecah Direktorat Pajak dan juga Ditjen Bea juga Cukai dari Kementerian Keuangan, Andry Satrio memandang perlu memperhatikan waktu penyesuaian secara cepat. Selain itu, badan yang dimaksud harus dikelola serta dipimpin secara profesional oleh dia yang mengerti penerimaan negara.
Hal lain yang dimaksud tampaknya perlu diperhatikan oleh pemerintahan 5 tahun ke depan, antara lain, meninjau kembali badan otonom sama yang pada waktu ini diisi oleh politikus sehingga kerap kali tak efektif.
Di lain pihak, sebagian indikator ekonomi Indonesia masih tertinggal apabila dibandingkan dengan negara lain. Misalnya, segi produktivitas dari nilai tambah dibagi pekerja Indonesia masih tertinggal dalam bawah negara lain seperti Malaysia.
Produktivitas Industri Rendah
Ekonom Dr. Imaduddin Abdullah menilai produktivitas sektor lapangan usaha Indonesia justru di dalam bawah negara berpendapatan menengah, dan juga selevel dengan negara berpendapatan menengah rendah (low middle income).
Begitu pula daya saing sektor manufaktur juga rendah dengan indikator Review Component Advantage (RCA). RCA mirip dengan 1 dianggap miliki keunggulan komparatif (comparative advantage) jikalau dibandingkan dengan negara-negara lain.
Pada 2000, Indonesia masih selevel dengan Vietnam. Akan tetapi, kata Imaduddin Abdullah, RCA Indonesia ternyata masih dalam bawah 1 yang tersebut berarti daya saing ekspor terbilang rendah.
Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development Indef ini juga mengingatkan untuk pemerintahan item Pemilihan Umum 2024 bahwa pada bidang green opportunities dan juga proses lanjut industri, intensitas negara-negara progresif untuk mengintervensi sektor industrinya makin kuat, khususnya bagi mineral dan juga produk-produk turunannya.
Hilirisasi Indonesia di tempat sektor mineral akan makin mendapat ketahanan kemudian persaingan makin kuat dari negara-negara maju. Oleh oleh sebab itu itu, dibutuhkan kabinet yang digunakan tak hanya saja kapabel, tetapi juga mempunyai akuntabilitas juga respons yang dimaksud kuat.
Tiongkok, misalnya, sukses akibat mempunyai prakondisi yang digunakan kuat dan juga miliki respons pemerintah yang tersebut juga kuat. Begitu pula India. Negara ini juga punya prakondisi kuat, tetapi tiada memiliki respons pemerintah yang tersebut kuat sehingga kehilangan prospek tersebut.
Di bidang tantangan perekonomian kebijakan pemerintah domestik, beliau mengatakan terdapat tiga faktor berpengaruh, yakni tekanan internasional, kepentingan elite, kemudian keterlibatan masyarakat. Aspek keterlibatan masyarakat, indikator demokrasi mempunyai pengaruh yang mana kuat pada perkembangan serta peningkatan ekonomi.
Untuk menyusun arah kebijakan pemerintahan, kata ekonom senior Indef Dr. Tauhid Ahmad, harus mengamati apa yang dimaksud akan terjadi dalam depan.
Ada beberapa peluang. Namun, pada tahun 2025 juga masih ada stagnasi kegiatan ekonomi global 3,1—3,2 persen. Pertumbuhan ekonomi di tempat negara-negara forward mitra dagang Indonesia juga belum meningkat signifikan, misalnya Amerika Serikat mengalami penurunan ekonomi. Eskalasi dalam Timur Tengah masih terus dipantau pengaruhnya pada situasi perekonomian global.
Tauhid Ahmad memperkirakan siapa pun yang dimaksud akan jadi menteri akan segera kebingungan jikalau tak bisa saja mendinamisasi situasi perekonomian dalam sedang suku bunga global yang tersebut masih relatif tinggi (The Fed). Itu akan berpengaruh besar pada suku bunga pada negeri serta nilai tukar.
Kendati demikian, beberapa tren komoditas domestik agak membaik seperti batu bara yang digunakan mengalami kenaikan harga. Begitu pula minyak sawit, minyak mentah. Akan tetapi, nikel justru turun harga. Hal-hal itu adalah tantangan bagi sosok menteri sektor ekonomi kelak.
Ditegaskan pula bahwa tak ada satu pun lembaga di tempat dunia yang digunakan sesuai dengan target perkembangan ekonomi calon presiden terpilih pada Pilpres 2024, bahwa target perkembangan 2025 sekitar 6—7 persen.
Lembaga dunia menaksir pertumbuhan kegiatan ekonomi Indonesia 2025 paling tinggi sekitar 5,2 persen. Tantangan bagi kabinet terpilih, khususnya menteri-menteri ekonomi, adalah bagaimana meninggikan kinerja perkembangan dunia usaha agar melebihi target pertumbuhan yang dimaksud telah lama diprediksi oleh lembaga-lembaga dunia.
ANTARA
Disebut Tukang Palak Berseragam, Berapa Pendapatan Pegawai Bea Cukai?